Sorong, bumia3.org, Di tengah tantangan percepatan Investasi berbasis lahan dan mepertahankan pelestarian lingkungan hidup yang sehat dan berkelanjutan, di Papua masyrakat adat mempunyai peran penting dengan pengetahuan tradisional sejak dahulukala secara turun-temurun telah menjaga dan memanfaatkan lahan/hutan secara adil dan bertanggungjawab sampai dengan saat ini tahun 2025.
Kegiatan Sosialisai dan FGD dilaksnakan oleh DLHKP PBD di Kumurkek, 04 November 2025, kegiatan ini hadiri oleh perwakilan masyarakat adat dari tiap suku, perwakilan OPD teknis, NGOs Samdhana dan komunitas lokal seperti BUMMA Mare dan beberapa Panitia Musyawarah Wilayah Adat yang sudah terbentuk di Maybrat.

Kegiatan Sosialisai dan FGD ini dibuka mewakili Bupati Maybrat yaitu, Kepala Dinas Pendapatan Daerah. Dalam sambutannya disampaikan, Pemerintah Daerah sangat menyambut baik kegiatan ini. Mengingat maybrat sangat rentang sekali dengan konflik berbasis lahan dan Pemerintah harus mengambil peran untuk mebantu bagian ini, ucap Kadispenda.
Sambutan dan arah lain juga disampaikan oleh Kepala Bidang Lingkungan Hidup Provinsi Papua Barat Daya Ibu Helena Homer , S.Hut bahwa, Kegiatan ini adalah bagian daripada implementasi dokumen Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkunga Hidup (RPPLH) PBD yang dalamnya memuat tentang pengakuan terhadap masyarakat hukum adat dan pengelolaan sumberdaya alam yang bertanggungjawab.
Kegiatan FGD dan Sosialisasi berjalan baik yang menghairkan beberapa narasumber dengan materi pertama yang disampaikan oleh Prof.Sepus Fatem dan dimoderatori oleh Plt. KPH Maybrat, Bapak Edison Wafom, S.Hut., M.Si dengan topik materi yang menjelaskan tetang dinamikan persoalan konflik tenurial yang sedang terjadi di Papua dan lemahnya kelembagaan masyarakat adat.
Materi kedua dengan moderator yang sama dilanjutkan oleh pemateri dari Balai Perhutanan Sosial Wilayah III Ambon, yang menjelaskan tentang skema perhutanan sosial termasuk skema hutan adat. Materi kedua ini akhirnya mencerahkan masyarakat dan pemerintah daerah tentang bagaimana mekanisme pengusulan hutan adat yang yang menekankan pada setiap daerah harus mempunyai Peraturan Daerah tentang Pengakuan, Perlindungan dan Pemberdayaan Mayarakat Adat Hukam Adat misalnya seperti di Kabupaten Maybrat PERDA MHA No 7 Tahun 2024.
“Dengan Perda MHA di Maybrat yang sudah terbentuk inilah yang menjadi dasar rujukan pengusulan pengakuan hutan adat ke kemantrian, ucap perwakilan BPSKL”.
Materi tambahan juga di tambhakan oleh Perwakilan Gerakan Masrakat Sipil yaitu LSM The Samdhana Institute yang menceritakan bagaimana proses musyawarah dan pemetaan wilayah adat yang sudah berjalan dibeberapa Kabupaten seperti Tambrauw, Kabupaten Sorong termasuk Kabupaten Maybrat yang sudah memulai seperti gerakan BUMMA Mare, Panitia Musdat 8 marga Mare, Panitia Musdat marga Wafom dan Tubur dan lainnya.
Dalam kegiatan ini juga dibuka ruang sesi tanyajawab dan diskusi topik tentang; Isu Masyarakat Adat dan Sumber Daya Alamnya, Partispasi masyarakat adat untuk pembangunan, Kelembagaan Masyarakat Adat dan hasilnya mmendapatkan 9 rumusan masalah yang menjadi rekomendasi kepada pemerintah daerah Kabupaten Maybrat dan Provinsi Papua Barat Daya untuk diperhatikan.
Salah satu isu yang mejadi penting dan ditekankan secara berulang oleh perwakilan Masyrakat Adat Adalah harus ada Peraturan Bupati Pelaksana PERDA MHA No 7 Kabupaten Maybrat dan Pembentukan Panitia Verifikasi MHA yang berkantor atau mempunyai sekretariat di Kantor Bupati Maybrat untuk membantu mengurus persoalan adat atau hak ulayat.
Terakhir dari materi ini Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya melalu Dinas LIngkungan Hidup memberikan bantuan peralatan kebun berupa Parang, Sebatu Boots dan Cangkul kepada masyarakat adat untuk membantu dalam aktivitas berkebun sehari-hari.
Info lebih lanjut dapat menghubungi DLHPK PBD




